Televisi Membentuk Masyarakat Komunikatif

Globalisasi dan modernitas telah membawa manusia pada kemajuan teknologi yang sedemikian pesat. Manusia semakin dipermudah oleh sarana-sarana teknologi yang ada. Kehidupan manusia bisa sedemikian nyaman dan aman sehingga manusia bisa lebih santai dalam menjalani berbagai aktifitas kehidupan bersosialisasi. Teknologi modern sudah menjadi alat perpanjangan tangan manusia.

Di lain pihak, modernitas, komunikasi dan teknologi tidak bisa dipisahkan dengan aspek-aspek negatif yang dihasilkannya. Industri dan modernitas bisa membawa pada keterasingan manusia. Manusia boleh memanfaatkan kemajuan kehidupan modern, tapi manusia harus tetap menjadi subjek dalam setiap proses kemajuan yang ada. Segala teknologi, industri komunikasi dan gaya hidup modern bisa saja mengucilkan, memencilkan, mengaburkan dan menghancurkan martabat manusia. Ilmu dan teknologi terutama teknologi informasi berkembang sangat pesat. Pesatnya perkembangan teknologi ini berdampak pada berbagai perubahan sosial budaya.

Dalam perspektif masyarakat yang komunikatif, interaksi atau komunikasi yang berlangsung dua arah, dengan daya saling mengimbangi secara proporsional hanya akan terwujud jika prasyarat intelektual, kesadaran rasional, kemampuan komunikasi itu terpenuhi. Masyarakat komunikatif tercipta dengan mampu merasakan kepekaan dan kepedulian serta siap berargumentasi memecahkan permasalahan kompleks yang dihadapi.

Media telivisi merupakan salah satu alat penyaluran komunikasi bagi masyarakat. Dimana siaran atau informasi yang disampaikan televisi berdampak kepada masyarakat yang komunikatif. Menurut Lasswell da Wright, media berfungsi sebagai penyebar informasi, hubungan sosial, sosialisasi, dan hiburan.

Perumusan Masalah

·         Bagaimana televisi membentuk masyarakat komunikatif?

 

Pembahasan

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah, dengan struktur dan fungsi yang sangat sempurna bila dibandingkan dengan makhluk Tuhan lainnya. Manusia dianugrahkan akal pikiran dan kemampuan berinteraksi secara personal dan sosial, karena hal itulah manusia disebut makhluk individu dan makhluk sosial. Karena manusia adalah makhluk social, maka pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan interaksi dengan orang lain. Terjadinya interaksi social disebabkan interkomunikasi.

Modernitas sangat erat kaitannya dengan komunikasi. Sebuah bangsa bisa mencapai modern dan maju dikarenakan terciptanya komunikasi yang baik di bangsa tersebut. Berbagai macam bentuk komunikasi dalam memperkaya manusia akan informasi dan pengetahuan.

 

a.    Konsep komunikasi

 Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Dalam definisi tersebut tersimpul tujuan, yakni memberi tahu atau mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion), atau perilaku (behavior). Dengan berkomunikasi, manusia akan menjadi masyarakat komunikatif. Untuk membentuk masyarakat yang komunikatif, dapat melalui berbagai cara, salah satunya adalah melalui media televisi.

Dalam buku sosiologi komunikasi, berkomunikasi berarti kita sedang berusaha untuk mencapai kesamaan makna. Atau dengan ungkapan lain, melalui komunikasi kita mencoba berbagi informasi, gagasan, atau sikap kita dengan partisipasipanlainnya. Kendala utama dalam berkomunikasi adalah kita sering mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama. Oleh karena itu, komunikasi seharusnya dipertimbangkan sebagai aktivitas di mana tidak ada tindakan atau ungkapan yang diberi makna secara penuh, kecuali jika diidentifikasikan oleh partisipan komunikasi yang terlibat (Kathleen K. Reardon, 1987, Sendjaja, 2002: 4.4).

Komunikasi dalam pengertian umum dapat dilihat dari dua segi, yaitu pengertian komunikasi secara etimologis. Dalam pengertian ini. komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Jelasnya, jika seseorang mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang lain kepadanya, maka komunikasi berlangsung. Dengan lain perkataan, hubungan antara mereka itu bersifat komunikatif. Sebaliknya jika ia tidak mengerti, komunikasi tidak berlangsung. Dengan lain perkataan, hubungan antara orang-orang itu tidak komunikatif.

Yang kedua adalah pengertian komunikasi secara terminologis. Secara terminologis komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Dari pengertian itu jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang, di mana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain. Jadi, yang terlibat dalam komunikasi itu adalah manusia. Komunikasi manusia sebagai singkatan dari komunikasi antarmanusia dinamakan komunikasi sosial atau komunikasi kemasyarakatan karena hanya pada manusia-manusia yang bermasyarakat terjadinya komunikasi. Masyarakat terbentuk dari paling sedikit dua orang yang saling berhubungan dengan komunikasi sebagai penjalinnya.

 

b.    Masyarakat Komunikatif menurut Jurgen Habermas

Beberapa teori dan pandangan dari Jurgen Habermas. namun Fokus perhatian Habermas adalah komunikasi. Komunikasi menurutnya memiliki karakter-karakter, yang pertama adalah jelas.maksud pembicaraan dari sebuah bentuk komunikasi harus terungkap dengan tepat. Yang kedua adalah benar, apa yang dikatakan mestilah merupakan apa yang ingin dungkapkan. Yang ketiga adalah jujur, sebuah bentuk komunikasi tidak boleh bohong. Dan yang terakhir adalah betul, apa yang dikatakan mestilah wajar untuk dikatakan.

Menuju masyarakat yang komunikatif diperlukan sebuah tindakan dari masyarakat itu sendiri. Yang benar-benar dapat mengarahkan tindakan hanyalah pengetahuan, yang telah membebaskan diri dari kepentingan semata dan telah diarahkan kepada ide-ide (Franz Magnis - Suseno, 1990: 154). Dan dalam bertindak diperlukan norma-norma agar suatu komunikasi dapat berjalan sebagaimana fungsinya.

Habermas menekankan perlunya dibangun kembali etika komunikasi, yakni suatu kondisi komunikasi yang menjamin sifat umum norma-norma yang dapat diterima dan menjamin otonomi warga melalui kemampuan emansipatoris, sehingga menghasilkan proses pembentukan kehendak bersama lewat perbincangan.

Ada beberapa kebebasan dalam berkomunikasi menurut Habermas, diantanya mesti memenuhi keempat klaim rasionalitas komunikatif, tidak dapat dipaksakan, dan dalam komunikasi mesti tercipta ruang diskursus.

Secara terus menerus manusia mengambil sikap verbal terhadap 4 wilayah pengalaman, seperti:

  • Alam luar. Manusia akan belajar apa yang sesuai dengannya (yang benar).
  • Masyarakat. Manusia akan belajar apa yang seharusnya atau yang sewajarnya terjadi.
  • Alam batin. Manusi belajar berkata dengan jujur sesuai dengan batinnya.
  • Diskursus. Belajar membuktikan kejelasan, kebenaran, kejujuran, dan ke-betul-an apa yang dikatakan.

Distingsi habermas tentang dunia kehidupan dan sistem. Menurutnya dunia kehidupan itu adalah wilayah dimana pembicara dan pendengar bertemu, dan keduanya mengklaim bahwa ucapannya sesuai dengan dunia, kemudian saling mengkritisi dan mengkonfirmasi klaim tersebut, serta mengakhiri perbedaan dengan kesepakatan, dan terjadilah wilayah dimana proses saling mengerti dalam tindakan komunikatif tercapai. Sedangkan system adalah segala macam institusi dan peraturan yang menata kehidupan masyarakat, dimana tujuan pembentukan sistem adalah meringankan beban komunikasi, sehingga wilayah kehidupan yang sudah ditata dalam sistem tidak perlu didiskursuskan terus menerus.

Rasionalitas, sistem dan dunia kehidupan saling berkaitan. Sistem dibangun berdasar rasionalitas bertujuan. Dunia kehidupan dibangun berdasar rasionalitas komunikatif. Tanpa saling mengerti (komunikatif) sistem tidak akan dimengerti sehingga tidak efektif. 

c.    Televisi merupakan media penyalur komunikasi

Salah satu perhatian Habermas adalah etika komunikasi dalam media televisi. Televisi adalah alat teknologi kapitalis paling populer yang membawa urbanisasi nilai-nilai secara besar-besaran, termasuk gaya hidup, bahasa, pola konsumsi, hingga penyebaran cara bertindak, bereaksi, dan berpikir terhadap dunia sekitarnya.

Tidak dapat dipungkiri peran televisi saat ini semakin besar saja. Peranannya sebagai media komunikasi visual sangat luar biasa dibandingkan media-masa yang lain. Televisi mengkomunikasikan pesan-pesannya dengan cara yang sangat sederhana. Kedahsyatan televisi memang tidak dapat dilepaskan keterikatannya dengan situasi dan kondisi masyarakat modern masa kini. Televisi menjadi media membangun sikap politik rakyat Indonesia pada umumnya dalam rangka penegakan demokrasi, serta sikap hidup dalam berbangsa dan bernegara.

Dalam artikel Garin Nugroho di situsnya, televisi sebagai medium urbanisasi senantiasa berwajah dua. Seperti kecenderungan dewasa ini, menjadi salah satu media yang melahirkan berbagai keterasingan sosial yang dipenuhi kegoncangan adaptif terhadap dunia sekitarnya. Masyarakat semacam ini dipenuhi cara komunikasi yang penuh kekerasan, vulgar, instan, serba massal, dan penuh konsumerisme. Yang melahirkan masyarakat yang tidak toleran, kehilangan sifat kepedulian antarsesama, rendahnya tingkat kompetisi dan produksi, berpuncak pada rentan dan terasingnya kepribadian individu serta goncangnya integrasi sosial berbangsa.

Televisi memegang peranan penting dalam menyebarluaskan informasi ke segala penjuru dunia. Layaknya media, televisi juga mampu melakukan manipulasi pencitraan. Seperti contohnya, calon legislative yang berkampanye lewat media televisi, dalam melakukan komunikasi dengan massa pendukung maka akan dilihat bagaimana ia melakukan sebuah pencitraan sehingga menarik simpatik orang untuk memilihnya. Televisi merupakan media penyalur komunikasi antara pribadi dengan orang lain di berbagai tempat.

Televisi menjadi media yang melahirkan masyarakat komunikatif yang kritis dan produktif menghadirkan berbagai program-program yang menarik yang dapat mewujudkan hal tersebut. Program-program telivisi diantaranya berisi berita atau permasalahan umum, pendidikan, seni dan budaya, drama, film, olahraga, keagamaan, komersial atau iklan produk atau jasa, dan aneka hiburan lainnya.

Pada hakikatnya, televisi memberikan informasi dan komunikasi atau bisa dimaksudkan peningkatan akses informasi yang merupakan mekanisme untuk membantu komunikasi.

Masyarakat komunikatif yang dihidupi etika komunikasi, yakni cara berkomunikasi yang mempertimbangkan berbagai perspektif kesahihan norma. Yaitu kesahihan kebenaran dan kejujuran, kesahihan ketepatan ruang dan waktu, kesahihan norma dalam perspektif komprehensif. Sebutlah kesahihan etika komunikasi multikultur, etika jurnalistik, dan lainnya.

Contoh aspek krisis etika komunikasi, simak berita pemerkosaan terhadap anak perempuan di televisi Indonesia. Tak tanggung-tanggung, visual celana dalam anak kecil dipertontonkan, sementara wajah berdarah pemerkosa diperlihatkan dengan jelas. Atau simak cara menuturkan kesurupan massal di sekolah, yang tidak mempertimbangkan aspek kultur bias penyebaran serta peniruan tayangan televisi sebagai media adaptasi dan urbanisasi perilaku dan nilai. Simak pula berbagai bentuk penayangan kekerasan, dari berita hingga sinetron, diletakkan dalam kode etik penayangan waktu tengah malam saat anak-anak tidak lagi menonton. Kalaupun pada waktu tayang produktif keluarga, penayangan kekerasan dilakukan dengan menjaga aspek bias kekerasan yang lahir dari karakter televisi serta berbagai aspek kesahihan norma lainnya. Maka, ketika ada kasus pembantaian di sebuah sekolah, yang ditayangkan lebih pada berbagai aspek kemanusiaan, yakni anak- anak yang berdoa terhadap korban, dan tidak mengeksploitasi korban yang penuh darah.

Ironisnya, industri penyiaran Indonesia selalu membela diri dengan dalih kehendak pasar yang diukur sistem rating sebagai senjata utama bisnis televisi dunia. Padahal pada kenyataannya, sistem rating dunia ditumbuhkan atas penghormatan terhadap etika komunikasi sebagai syarat utama perhitungan pasar yang dikelola dalam sistem rating. Artinya, sistem rating televisi Indonesia hanyalah membela hak ekonomi tanpa melindungi konsumen jauh dari pasar demokrasi.

Garin menambahkan, perspektif lain etika komunikasi adalah kesahihan norma kebenaran, di dalamnya mengandung perspektif penegakan nilai-nilai keutamaan berbangsa. Dalam contoh sederhana, jika menonton film-film barat, penulis skenario di akhir cerita selalu menjadikan nasib uang yang dihasilkan dari kerja haram (merampok atau korupsi) akan terbakar api atau terbuang di laut.

Atau simak film-film barat yang menceritakan anak- anak sekolah, senantiasa memegang aspek kesahihan norma transformasi nilai keutamaan. Maka, jika awalnya menceritakan kisah anak yang kurang pergaulan dan tidak percaya diri, selalu diolok-olok, dalam perkembangan cerita selalu ada ruang penuh drama yang menghibur. Di akhir cerita, anak itu pasti menjadi pahlawan pemandu nilai yang penuh percaya diri bagi teman-temannya. Sebaliknya, simak sinetron tentang anak- anak sekolah di televisi Indonesia, sebagian tak lebih dari olok-olok dan gaya hidup, dari ujung rambut hingga sepatu. Sementara akting tidak lebih dari wajah penuh gosip, melotot, memaki, menangis, dan menampar.

Industri televisi seperti bertumbuh tanpa keterampilan etika komunikasi. Orang tua di rumah berharap anaknya yang menonton sinetron hantu akan menjadi lebih religius, berani dan mandiri. Namun yang terjadi sebaliknya, anak-anak tidak mandiri, penakut, kehilangan rasionalitas dan ruang hidup menjadi mencemaskan, bahkan agama menjadi sesuatu yang menakutkan.

Menurut Garin Nugroho, pada akhirnya televisi menjadi medium urbanisasi nilai melahirkan gelombang migrasi kecemasan luar biasa di ruang-ruang keluarga Indonesia, tempat televisi diletakkan. Namun terlepas dari itu semua, tidak dapat dipungkiri, televise memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap masyarakat. Baik pengaruh positif, yaitu dapat membentuk masyarakat menjadi masyarakat komunikatif, yang kritis dan dapat memicu masyarakat untuk beragumen tentang pendapatnya demi sebuah kemajuan. Televisi pun dapat memberikan pengarahan atau pembelajaran cara berkomunikasi yang baik kepada masyarakat. Program-program yang disajikan televisi terkadang terlalu bebas, padahal televisi juga menjadi media perkembangan anak, jika hal itu terjadi tentu akan berpengaruh terhadap psikologis anak. Selain menimbulkan dampak negatif untuk anak, pada orang dewasa pun membawa dampak yang cukup mempengaruhi pola berpikirnya. 

Penutup

Globalisasi dan modernitas telah membawa manusia pada kemajuan teknologi yang sedemikian pesat. Kehidupan manusia bisa sedemikian nyaman dan aman sehingga manusia bisa lebih santai dalam menjalani berbagai aktifitas kehidupan bersosialisasi. Di lain pihak, modernitas, komunikasi dan teknologi tidak bisa dipisahkan dengan aspek-aspek negatif yang dihasilkannya.

Ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi pintu penindasan bangsa maju terhadap bangsa yang belum maju. Maka, mulai saat ini, semua pihak harus memantapkan hati untuk bangkit mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sistematis demi kepentingan bangsa sendiri terlebih dulu, mencermati apa yang sebenarnya perlu dikembangkan, dan fokus untuk kepentingan bangsa agar lebih berdaulat dan bermartabat.

Modernitas sangat erat kaitannya dengan komunikasi. Sebuah bangsa bisa mencapai modern dan maju dikarenakan terciptanya komunikasi yang baik di bangsa tersebut. Berbagai macam bentuk komunkasi dalam memperkaya manusia akan informasi dan pengetahuan. Bentuk komunikasi pun bermacam-macam, yang jelas pastilah memerlukan panca indra dalam penyampaiannya. Media telivisi merupakan salah satu alat penyaluran komunikasi bagi masyarakat. Dimana siaran atau informasi yang disampaikan televisi berdampak kepada masyarakat yang komunikatif.

Salah satu perhatian Habermas adalah etika komunikasi dalam media televisi. Televisi adalah alat teknologi kapitalis paling populer yang membawa urbanisasi nilai-nilai secara besar-besaran, termasuk gaya hidup, bahasa, pola konsumsi, hingga penyebaran cara bertindak, bereaksi, dan berpikir terhadap dunia sekitarnya. Televisi menjadi media yang melahirkan masyarakat komunikatif yang kritis dan produktif menghadirkan berbagai program-program yang menarik yang dapat mewujudkan hal tersebut.

Program-program yang disajikan televisi hendaknya memicu masyarakat untuk menjadi masyarakat komunikatif, masyarakat yang kritis terhadap berbagai permasalahan di dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Kencana. Jakarta.

Fransisco Budi Hardiman. 2008. Menuju Masyarakat Komunikatif. Kanisius. Yogyakarta.

Franz Magnis - Suseno. 1990. Ilmu dan Teknologi sebagai ideologi. LP3ES. Jakarta.

Belum ada Komentar untuk "Televisi Membentuk Masyarakat Komunikatif"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel