Habermas dan Masyarakat Komunikatif

Kritik Neo-Kantian Habermas atas epistimologi Marx, yang muncul dalam bukunya knowledge and human interest (1971), ini menyebabkan Habermas memperpendek agenda emansipatoris Adorno, Horkheimer dan Marcuse mengabaikan tujuan penciptaan ilmu dan teknologi yang tidak teralienasi dan juga kerja yang tidak teralienasi. Dalam karya berikutnya seperti theory of communicative action (1984,1987 b), Habermas mengembangkan satu teori kritis yang mengatasi batas lain teori kritis mahzab frankfurt asli. Khususnya Habermas berpandangan bahwa teoretisi frankfurt tidak membedakan kritilk dominasi mereka dari kerangka yang didalamnya Yunani, idealis Jerman dan bahkan Mark mengkonseptualisasikan hubungan antara subjek (orang) dan objek (orang lain dan alam). Habermas mengemukakan perubahan dari “paradigma kesadaran” yang menyetujui dualitas barat atas subjek dan objek ke dalam “paradigma komunikasi”.

Paradigma komunikasi ini mengkonseptualisasikan pengetahuan dan praktek sosial dalam hal dualitas antara subjek dan objek yang menurut Habermas hanya dapat dipecahkan melalui keadaran idelis murni (terbang dari dunia) atau dengan dominasi. Namun, melalui satu rekonseptualisasi subjek sebagai intersubjektif yang inhern. Subjek intersubjektif  ini memiliki kapasitas primer bagi komunikasi bukan hanya kerja. Kalau kita kembali ke kritik awal Habermas atas Marx kita akan menemukan bahwa dia percaya bahwa hanya dengan refleksi diri dan komunikasi orang dapat benar-benar mengontrol nasib mereka dan merestruktualisasi masyarakat secara manusiawi Habermas tidak setuju dengan Marx bahwa orang diciptakan sepenuhnya melalui kerja manusia. Dengan mengambil gagasan Hegel dalam buku phenomenology of mind dan dari teori komunikasi dan teori tindakan berbicara Habermas justru berpandangan bahwa orang menghumanisasi dirinya melalui interaksi.

Habermas menyatakan bahwa filsafat kesadaran sudah kehilangan gigi taringnya sehingga dibutuhkan energi yang lebih segar. Yang dimaksud dengan filsafat kesadaran atau disebut juga rasio yang berpusat pada subjek oleh Habermas adalah segala bentuk pemikiran yang menempatkan baik masyarakat maupun alam sebagai objek. Bentuk pemikiran ini dianggap menyembunyikan kekuasaan. Yang dianggap berpikir dalam paradigma ini adalah kecenderungan objektivisme dan positivisme bukan hanya dalam filsafat modern, melainkan juga dalam ilmu-ilmu sosial kemanusiaan yang diturunkannya.

Sebenarnya pernyataan ini dikeluarkan dalam hubungannya dengan para pemikir postmodern,sebuah aliran kontemporer yang cenderung menganggap proyek modernitas menuju masyarakat rasionalitas sebagai perwujudan kekuasaan dalam bentuk sistem ekonomi dan administrasi birokratis. Aliran ini, mengkritik rasionalisme barat yang mendasari praktik-praktik totalitarianisme modern. Habermas tidak menolak kritik postmodern ini tetapi berbeda dari mereka, dia tidak meninggalkan modernitas dan proyek-proyek sejarahnya. Cacat-cacat modernitas dalam bentuk totalitarianisme, hilangnya makna, anomie, penyakit jiwa, alienasi, dan sebagainya, semua itu adalah akibat dari pemiskinan rasionalitas barat pada paradigma filsafat kesadaran tersebut. Menurutnya cacat-cacat ini hanya dapat diatasi dengan pencerahan lebih lanjut, yakni dengan melanjutkan proyek modernitas dalam wawasan rasio komunikatif. Hal tersebut merupakan sebuah harapan dalam sebuah krisis yang dapat mengembalikan zaman itu pada cita-citanya semula. Ditengah-tengah kritis itu terdapat pemikiran postmodern dan menurutnya postmodern hanyalah simtom dari cara berpikir lama yang dilawannya sendiri bagaimana rasio yang menyembunyikan kekuasaan, simtom-simtom itu juga dapat disingkirkan dengan apa yang disebut tindakan komunikatif.

“Teori tindakan komunikatif mengambil sikap kritis terhadap ilmu-ilmu sosial dewasa ini maupun kenyataan sosial yang dilukiskannya. Ia kritis terhadap masyarakat-masyarakat maju selama mereka tidak sepenuhnya memanfaatkan kemampuan belajar kebudayaan yang tersedia bagi mereka itu, melainkan membenamkan diri ke dalam sebuah pertumbuhan kompleks yang tak terkendali. Akan tetapi ia juga kritis terhadap pendekatan-pendekatan ilmiah yang tidak mampu menjelaskan paradoks-paradoks rasionalisasi masyarakat karena pendekatan-pendekatan itu membuat sistem-sistem sosial yang kompleks sebagai objek mereka, dan hanya melihat dari salah satu sudut pandang abstrak, tanpa memandang asal-usul historis bidang objek mereka (dalam arti sosiologi reflektif)”.

Kedua tugas itu ditempuh untuk mengarahkan perkembangan politik, ilmu pengetahuan, kebudayaan, ke sebuah cita-cita universal yang melandasi segala praksis sosial yang rasional. Cita-cita itu adalah menuju masyarakat yang komunikatif.

 

B.     Perumusan masalah

Perumusan masalah yang digunakan dalam essay ini adalah “ Bagaimana penjelasan mengenai masyarakat komunikatif menurut Habermas?”

 

C.     Pembahasan

            Sampai saat ini, Habermas masih kenal sebagai pembaru tradisi intelektual yang dirintis oleh Max Horkheimer. Di Jerman, Horkheimer sebagai seorang direktur Institute fur Sozalforschung (institute penelitian sosial) Frankfurt yang didirikan tahun 1923. Ia juga yang menjadi peletak dasar-dasar pengembangan sebuah program multidisipliner yang disebut Teori Kritis. Program ini bergerak dalam jalur filsafat kritis yang sudah dirintis sejak Hegel dan Karl Marx. Horkheimer adalah salah seorang yang tidak puas terhadap marxisme ortodoks. Horkheimer adalah orang yang mengembalikan marxisme menjadi filsafat kritis, yang dipadukan dengan kritisme Kant, Hegel, dan juga psikoanalisis Freud. Dengan bekerja sama dua orang rekannya yaitu Theodor Adorno dan Herbert Marcuse yang akhirnya dikenal sebagai pendekatan dari “Mahzab Frankfurt”. Titik tolak kritis sejak Horkheimer adalah anggapan ilmu-ilmu sosial yang bebas nilai. Teori kritis dijelaskan sebagai teori yang memihak praksis emansipatoris masyarakat. Habermas merumuskan dasar epistimologi dengan mengatakan bahwa segala bentuk ilmu dijuruskan oleh kepentingan kognitifnya, dengan pernyataan tersebut maka tidak ada ilmu yang bebas nilai, termasuk Teori Kritis. Namun pada akhirnya kritik bagi mereka hanya menjadi sebuah alat dominasi, sebab masyarakat akhirnya hanya mengadaptasi yang menyebabkan masyarakat berdiri dari satu pandangan atau satu dimensi. Habermaslah yang akhirnya muncul sebagai penyegar atau pembaru teori kritis dengan meyakini bahwa tidak mungkin ingatan akan kebebasan sama sekali tertimbun oleh dominasi yang ada. Habermas memusatkan diri pada pengembangan teori komunikasi dengan mengintegrasikan linguistic-analiysis dalam teori kritis.

Filsafat sosial telah berkembang sejak zaman Marx diabad ke 19 tentang bagaimana mempraktekkan teori kedalam masyarakat. Persoalannya adalah bagaimana pengetahuan yang dibangun tentang masyarakat yang diambil dari sejarah bukan hanya sebuah kontemplasi, melainkan dapat melahirkan sebuah perubahan yang praksis. Praksis disini bukanlah sebuah tingkah laku yang “buta” melainkan segala tindakan dasar manusia sebagai makhluk sosial. Habermas meneliti pemikiran Hegel yang mengatakan bahwa menurutnya praksis bukan hanya kerja tetapi juga sebuah komunikasi. Karena praksis dilandasi oleh kesadaran rasional karena dalam komunikasi memungkinkan adanya interaksi yang menghindari persepsi langsung yang bekerja tidak hanya dengan praksis tetapi juga memakai rasionalitas. Habermas berasumsi dengan paradigma yang ia sebut dengan “ Paradigma Produksi” atau “Paradigma Kerja” bahwa kritik adalah penaklukkan, seperti juga praksis kerja berarti penaklukkan alam sebagai objek. Dengan begitu kritik tidak kurang adalah sebagai rasionalitas yang menyembunyikan kekuasaan. Dengan alasan tersebut juga maka Habermas tetap berpegang teguh bahwa kritik hanya dapat maju dengan landasan rasio komunikatif yang dimengerti sebagi praksis komunikasi atau tindakan komunikatif. Dasarnya adalah distingsi tentang praksis, pada taraf ilmu pengetahuan, dia membedakan kepentingan teknis dan praksis yang mendasari pembedaan pada taraf metodologis antara ilmu-ilmu empiris-analitis dan ilmu-ilmu historis-hermeneutis pada taraf teori sosial. Dibedakannya antara tindakan rasional bertujuan dengan tindakan komunikatif. Habermas meyakini bahwa sebuah masyarakat yang komunikatif menjadi tujuan universal masyarakat, dasarnya adalah konsensus yang universal dan bebas dari dominasi merupakan kehendak konsensus yang universal dan bebas dari dominasi merupakan kehendak fundamental setiap hubungan sosial. Yang dimaksud Habermas dengan tindakan rasionalitas bertujuan adalah rasionalitas yang mendasari tindakan instrumental untuk mencapai sebuah sasaran atau tujuan entah terhadap alam-melalui kerja-entah untuk mempengaruhi/ mengubah orang lain.

Tindakan komunikatif adalah rasionalitas yang mendasari komunikasi antar orang. Tindakan menjadi komunikatif jika hubungan yang ada bebas dan saling mengerti antara dua subjek yang sederajat. Dalam pidatonya berjudul knowledge and human interest Habermas tidak hanya berpendapat bahwa paham tentang ilmu-ilmu sosial bebas nilai itu keliru dan berbahaya, ia juga menyatakan bahwa ilmu-ilmu kritis adalah bertujuan membantu masyarakat untuk mencapai otonomi dan kedewasaan dan ini terkait dengan pernyataan konsensus bebas dominasi. Dia berandai bahwa konsensus seperti itu dapat tercapai dalam masyarakat yang reflektif, yang berhasil melakukan komunikasi dengan memuaskan.

Dalam komunikasi yang dimaksud oleh Habermas harus ada transformasi hingga mencapai apa yang ia sebut sebagai ‘klaim-klaim kesahihan’. Klaim-klaim inilah yang akan dipandang rasional dan akan diterima tanpa paksaan sebagi hasil konsensus. Dia menyebut ada empat klaim yaitu, klaim kebenaran, klaim ketepatan, klaim kejujuran, atau autentisias, klaim komprehensibilitas.

  1. Kliam kebenaran (Truth): Terjadi ketika kita meyakini adanya dunia alamiah dan objektif.
  2. Klaim ktepatan (rightness): Terjadi ketika kita meyakini adanya norma-norma dalam dunia sosial.
  3. Klaim kejujuran (sincerety) : Terjadi ketika kita meyakini adanya dunia batiniah dalam ekspresi seseorang.
  4. Klaim komprehensibilitas (comprehensibility): Terjadi ketika kita dapat menjelaskan macam-macam klaim tersebut dan mencapai kesepakatan dari klaim tersebut.

Masyarakat komunikatif adalah masyarakat yang melakukan kritik dengan jalan dialektika tidak dengan kekerasan. Dari empat klaim diatas dapat kita tarik karakter komunikasi yaitu :

-          JELAS: Maksud pembicaraan mesti terungkap dengan tepat.

-          BENAR:  Apa yang dikatakan mestilah merupakan apa yang ingin diungkapkan.

-          JUJUR:  Tidak bohong.

-          BETUL:  Apa yang dikatakan mestilah wajar untuk dikatakan.

Hanya melalui interaksi dan komunikasi orang dapat menguasai masyarakat membentuk gerakan sosial dan meraih kekuasaan. Akhirnya komunikasi menyediakan suatu basis etika bagi teori kritis yang direpresentasikan pada penjelasan Habermas tentang niat dasar komunikasi untuk membentuk konsensus melalui diskusi rasional antara inter lokutor (penutur dan penulis) yang tidak memaksa satu sama lain, mambuat pernyataan “tentu saja”, menggunakan ideologi untuk tujuan penipuan dan gagal mengambil giliran (dalam Habermas, 1979, 1996). Habermas merumuskan ulang sosialisme sebagia situasi berbicar a yang ideal dimana kesempatan bagi dialog kurang lebih setara dan dimana orang memahami bahwa interaksi mereka dikendalikan oleh tujuan pembentukan konsensus. Habermas mula-mula mengelaborasi pandangan-pandangan ini dalam hal “pragmatik universal” bagi kompetisi komunikasi, dipublikasikan dalam bagian penutup pada buku knowledge and human interests.

Ada banyak yang perlu dibicarakan dalam teori komunikasi Habermas. Satu pembacaan yang serius mengungkapkan bahwa dia belum mencampakan Marxisme namun terlibat dalam perumusan ulang Marxisme secaran lebih menyeluruh. Habermas dikritik dari berbagai sisi. Fraser berpandangan bahwa konsepnya tentang kehidupan dunia tidak secara eksplisit memasukan perempuan dan gender, meskipun satu contoh gerakan sosial barunya adalah gerakan perempuan. Marxis dengan tipe yang lebih traditional mengklaim bahwa pandanganya tentang komunikasi mengabaikan kekuasaan yang tidak berdasar pada komunikasi. Dia memberikan uraian pada ekonomi, khususnya pada kritik Marx atas logika modal. Dia jelas memahami pentingnya ekonomi, dia tidak mengatakan bahwa kapitalisme akhir telah mengatasi kontradiksi dan logika penghancuran diri dari kapitas sebagaimana yang mula-mula diidentifikasikan oleh Marx. Kritik lain menyatakan bahwa Habermas membesar-besarkan komunikasi menjadi metafora besar kehidupan sosial yang bukan hanya berupa media dimana manusia jadi tertindas namun juga berlaku hanya sebagai standar moral yang harus digunakan untuk menilai reformasi sosial namun semua teori sosial bekerja secara metaforis, mereduksi kompleksitas kehidupan sosial kedalam beberapa gelintir pemain kunci struktural.   

Habermas mengembangkan teorinya tentang perkembangan masyarakat dengan tetap meyakini bahwa ingatan akan kebebasan tidak mungkin tertimbun oleh dominasi sepenuhnya, dan akhirnya ia meyakini bahwa masyarakat pada hakikatnya komunikatif dan yang menentukan perubahan sosial bukanlah semata-mata perkembangan kekuatan-kekuatan produksi atau teknologi, melainkan sebuah proses belajar dalam dimensi praktis-etis. Teknologi dan faktor-faktor objektif lain baru dapat mengubah masyarakat kalau masyarakat menginteraksikannya kedalam tindakan komunikatif. Habermaspun memberikan pendapat tentang berkurangnya legitimasi negara, menurutnya krisis legitimasi itu terjadi karena Negara telah menyingkirkan unsur-unsur komunikatif lewat sistem ekonomi yang kapitalis dan sistem administratif. Habermas mencoba memberikan jalan keluar untuk masalah ini, ia mencoba untuk menggabungkan dua paradigma yang terbahaskan juga dalam teori tindakan komunikasi yaitu paradigma dunia kehidupan dengan paradigma sistem. Pemikirannya yang mendasar adalah bahwa masyarakat jangan dilihat hanya sebagai sistem administrasi dan ekonomi, melainkan juga solidaritas budaya dan komunitas. Habermas hingga saat ini masih meyakini bahwa proyek modernitas belum terselesaikan dan ingin terus menyelesaikannya yaitu dengan cara mengkritisi segala sesuatu dengan paradigma komunikasi.

D.           Kesimpulan

Dari karakter komunikatif dan klaim-klaim yang diutarakan oleh Habermas dapat dikatakan bahwa masyarakat seperti itu tidak akan terwujud tanpa adanya keinginan dari komponen masyarakat itu sendiri terutama dari pihak yang memiliki kuasa. Habermas seakan-akan mengesampingkan masalah-masalah yang timbul akibat ego manusia.

Konsep komunikasi sendiri, sebagaimana yang ada pada karya Habermas, cenderung mengeluarkan wacana, yang merupakan satu kategori yang luas ketimbang komunikasi interpersonal. Meskipun wacana dapat terjadi diantara dua orang, namun ini juga termasuk budaya lain yang terdapat pada iklan sampai dengan halaman jurnal ilmiah. Wacana meliputi tulisan pada disiplin akademis. Kontribusi utama teori postmodern kepada teori kritis tepatnya adalah konseptualisasi wacana yang memperluas konsep Habermas tentang komunikasi.

Dengan kata lain, “komunikasi” sebagaimana diserukan Habermas sebagai bentuk asosiasi bebas manusia telah mengharuskan dia meminjam ide dari tradisi yang berlawanan. Namun, pengaruh teori-teori yang berlawanan dengan teori kritisnya sendiri cenderung mentransformasikannya menjadi teori lain yang rinci yang dikemukakan secara berbelit-belit namun secara politik tidak relevan yang mirip dengan didertasi doktoral yang panjang lebar dan bergaya sekolahan.

Dalam hal ini, Habermas menikmati profil akademis yang lebih tinggi bahkan jika harus membuat kompromi dengan cara berhubungan dan menggabungkan literature teori borjuis agar dipikirkan secara serius sebagai seorang teoretisi sosial. 


DAFTAR PUSTAKA

 

Agger, Ben. 2009. Teori Sosial Kritik, penerapan dan implikasinya. Kreasi Wacana: Jogjakarta

 

Bault, Paul S dan T Effendi. 1994. Teori-teori Sosial Modern: Dari Parson sampai Habermas. (diterjemahkan dari ian craib: Modern Social Theory. 1984). Rajawali Pers: Jakarta

 

Budi Hardiman, Fransisco. 1990. Kritik Ideologi: Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan. Kanisius: Jogjakarta

 

Nurhadi. 2008. Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Muthakhir Teori Social Post Modern. (Diterjemahkan dari George Ritzer: Sociologi Theory.2004). Kreasi Wacana: Jogjakarta

Belum ada Komentar untuk " Habermas dan Masyarakat Komunikatif"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel